OPINI

Tentang Semprul yang Berusaha Membungkam

"Ada sesuatu di atas para Semprul yang memerintahkan mereka untuk “meramaikan” pembukaan ALF 2016. "

Dwi Asrul Fajar

Tentang Semprul yang Berusaha Membungkam
Pementasan Monolog Nyanyi Sunyi Kembang - kembang Genjer oleh Pipien Putri di ALF 2016. Foto: KBR/Asrul

“Ya ini nih, The Story of Now. Cerita kekinian acara yang berbau LGBT diusir-usir,” celetuk seseorang yang ikut rombongan menuju lokasi rahasia dilangsungkannya lokakarya penerjemahan bersama Anton Kurnia. 


Ironisnya situasi tersebut lebih kurang menggambarkan fokus utama ALF tahun ini yaitu bagaimana para penulis di Asia Tenggara merespon dan beradaptasi dengan sistem global saat ini. 

Lokakarya itu merupakan satu dari dua kegiatan dalam helatan Asean Literary Festival (ALF) 2016 yang sedianya diselenggarakan di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Penyelenggara terpaksa harus memindahkan lokasi lokakarya lantaran ada ancaman pembatalan yang dilakukan oleh Semprul - meminjam istilah yang digunakan Seno Gumira Ajidarma dalam bukunya "Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara". 


Semprul mengancam agar acara dihentikan karena dianggap memprosikan komunisme, LBGT dan disintegrasi bangsa dalam diskusi mengenai Papua.  

Asean Literary Festival tahun ini adalah kali ketiga penyelenggaraan kegiatan yang dimaksudkan menjadi ruang bagi penulis, seniman dan masyarakat untuk saling mengenal dalam tataran yang lebih dalam. ALF dibuka dengan pidato Jose Ramos Horta mengenai kebebasan dan perdamaian pada kamis ( 5/5/ 2016). 


Tentang Semprul yang Berusaha Membungkam


Pada akhirnya, cerita memang berakhir bahagia karena gelaran ALF 2016 kembali dilanjutkan di lokasi yang semestinya. Tentunya ada catatan yang perlu ditelaah bersama-sama, kenapa si Semprul dan Semprul lainnya, berusaha membungkam ruang-ruang yang menyuarakan dan merayakan kebebasan serta perdamaian. Sebelumnya Belok Kiri Fest di tempat yang sama harus dibatalkan, sementara itu di ruang kebudayaan lainnya, pemutaran film dokumenter Pulau Buru dipaksa berpindah ruang pemutaran. 


Entah, Semprul yang baper ini merasa punya wewenang, berhak menegur dan bahkan menjatuhkan hukuman pembatalan ALF lantaran ada beberapa program yang tidak sesuai dengan timbangannya.  “Sebenarnya itu dari Semprul yang mengutus Semprul lainnya dan menuntut acara ini dibatalkan,” begitu penjelasan empunya acara, Okky Mandasari, ketika ditanya perihal ancaman pembatalan ALF 2016. Dari penjelasan itu, tentunya bisa diterka bahwa Semprul-semprul itu punya sistem hirarki sendiri, dan merasa posisinya berada lebih tinggi dibanding empunya acara. Ada sesuatu di atas para Semprul yang memerintahkan mereka untuk “meramaikan” pembukaan ALF 2016. 


Dalam ‘Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara’ tulisan Seno Gumira Ajidarma yang menyoal tidak dimuatnya cerpen Je t’aime, sesuatu yang ada di atas para semprul itu adalah kekuasaan, dalam hal ini negara. Sudah menjadi kewajiban negara untuk melindungi hak-hak warganya, tidak berat sebelah, jangan sampai kewajiban negara itu hanya menjadi rekaan saja. Dalam pidato pembukaan ALF 2016, mantan presiden Timor Leste, Jose Ramos Horta, berkata, "Jika kita setara di hadapan Tuhan, itu berarti negara harus perlakukan warganya seperti itu, tidak berat sebelah."  


Mudah-mudahan situasi semacam itu hanya menjadi titik suspense sebuah narasi yang akan segera berakhir karena para pembaca (masyarakat) sudah mulai mengerti gaya penceritaan yang dipakai Semprul dalam menyusupkan nilai-nilai tunggal yang mereka percayai. Buktinya, pada pembukaan ALF, penuk sesak oleh para pembaca yang antusias menyimak pidato pembuka Jose Ramos Horta. 


Harusnya, yang merasa punya kuasa mendengar pidato Ramos Horta karena lelaku negara yang tidak adil menjadi akar tindak Semprul yang berani mengancam penyelenggara ALF 2016. Karena mengutip Ramos Horta, “Lack of justice provokes impunity and impunity provokes violence.” 


Penulis adalah reporter KBR. 

  • ALF2016
  • Jose Ramos Horta

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!