BERITA

Buruh Perempuan Tuntut Pencabutan PP Pengupahan

Buruh Perempuan Tuntut Pencabutan PP Pengupahan

KBR, Jakarta-  Jumisih memimpin aksi di Kantor Berikat Nusantara (KBN) Cakung. Pagi,  ia bersama buruh perempuan anggota Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) sudah tiba di lokasi demonstrasi selepas subuh. Mereka, para buruh perempuan membawa spanduk bertuliskan: Buruh Perempuan Tolak PP Pengupahan 78/2015.

“Para buruh perempuan, ayo turun ke jalan, matikan produksi dan keluar dari pabrik. Kita nyatakan suara kita. Kita lantangkan suara kita untuk menolak PP Pengupahan,” begitu teriak Jumisih.

Di sampingnya, aktivis Perempuan Mahardhika, Dian Novita membawa sejumlah poster, berdiri di depan pabrik-pabrik dan mengajak buruh perempuan untuk keluar dari tempat mereka bekerja. 

Di KBN Cakung, Jakarta Utara ini jumlah buruhnya mencapai 90 ribu yang bekerja pada 80 pabrik. Mayoritas buruh di sana adalah perempuannya yang belum mendapat Upah Minimum. Persoalan lain, mereka kerap dilecehkan dan mendapat kekerasan seksual. 

Aksi yang dilakukan Selasa (24/11/2015) kemarin berhasil mengajak buruh di 10 pabrik di KBN Cakung untuk turun ke jalan. Ini artinya ada 10 ribu buruh perempuan di KBN Cakung yang sudah melakukan mogok.Mereka mengajak para buruh perempuan untuk melakukan mogok nasional bersama buruh-buruh yang lain.

Dian Novita menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan dinilainya akan menghambat buruh perempuan untuk mendapatkan upah sesuai standar Kebutuhan Hidup Layak. Formula kenaikan Upah Minimum dalam PP 78 (Pasal 44 ayat 2) akan meniadakan variabel KHL. Formula upah hanya didasarkan pada Upah Minimum tahun berjalan, Inflasi Nasional, dan PDB Nasional. Sedangkan KHL hanya akan di-review lima tahun sekali.

“Sebelum ditetapkannya PP 78, kebutuhan perempuan seperti layanan kesehatan hak reproduksi, biaya pemenuhan gizi anak, biaya pengasuhan anak, masih diperjuangkan untuk masuk dalam perhitungan KHL. Maka dengan adanya PP 78, harapan ini tidak akan pernah terwujud. Dan PP Pengupahan juga akan memperpanjang politik upah murah bagi perempuan.”

Di sektor padat karya, lemahnya posisi tawar serikat akan berarti semakin sulit buruh perempuan mengakses hak-hak normative-nya terutama dalam menuntut hak terkait dengan kebutuhan perempuan seperti cuti haid, cuti melahirkan, dan cuti keguguran.

Jumisih menyatakan bahwa Penerapan PP No 78 tahun 2015 tentang pengupahan adalah “angin segar” bagi pengusaha untuk meneruskan praktek-praktek eksploitasi tenaga buruh perempuan. Pernyataan Pemerintah yang menyatakan PP 78 akan menguntungkan bagi Kepastian Upah Layak, dianggap sebagai pembohongan publik. Pasalnya, PP 78 justru semakin membuat buruh-buruh perempuan di Sektor Padat Karya semakin miskin. 

Aksi para buruh perempuan ini akan terus dilakukan hingga Jumat, 27 November 2015. Mereka akan terus menyusuri pabrik dan mengajak buruh perempuan untuk mogok bekerja dan turun ke jalan jika Pemerintah tak juga mencabut PP Pengupahan 78/2015. Mereka tak hanya didukung oleh para serikat-serikat buruh seperti Serikat Pekerja Nasional (SPN), FSUI, SBSI 92, KSBSI, FPBI dan FSBKikes namun juga sejumlah organisasi dan LSM perempuan di Indonesia.

“ Ayo buruh perempuan, lantangkan suaramu, keluar dan penuhi jalan-jalan di depan pabrik...” kata Jumisih. 

Editor: Quinawaty Pasaribu

  • mogok nasional
  • Aksi buruh

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!