BERITA

KPK Diminta Sita Aset Pihak Lain Yang Terkait Mafia Peradilan

KPK Diminta Sita Aset Pihak Lain Yang Terkait Mafia Peradilan

KBR, Jakarta- Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) mendesak KPK untuk segera menindaklanjuti nama-nama yang terlibat mafia peradilan serta menyita semua aset yang mereka miliki. Hal ini terkait tertangkap tangannya Pansek Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diikuti pencegahan dan penyitaan atas nama Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.

Peneliti dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dio Ashar Wicaksana mengatakan, hal tersebut perlu dilakukan agar aset pihak-pihak yang terlibat tidak dilarikan dan alat bukti tidak dihilangkan.

"Karena kalau kita perhatikan, dari kemarin seperti kasus Andri dan yang ini adalah orang-orang yang tidak memiliki kewenangan untuk menangani perkara-perkara yang jadi masalah itu. Nah kenapa orang-orang seperti itu jadi mengatur perkara artinya oknum yang berarti ada dugaan kuat kalau ini sudah tersistematis prakteknya. KPK harus membongkar jangan sampai menangkap satu-dua orang tapi jaringannya lolos. Padahal yang penting perbaikan secara keseluruhan," papar Dio kepada KBR (1/5/2016)  


Dio menambahkan, Mahkamah Agung juga mesti bekerja sama dengan KPK untuk memberi akses agar dapat memeriksa seluruh praktek korupsi yudisial ini.


"Keadilan bermuara di pengadilan. Ketika pengadilan bisa diatur perkaranya, maka masyarakat ketika berpekara akan mendapat hukum yang tidak adil. Jadi orang yang bersalah akan diputus tidak sesuai keadilan yang ada jadi keadilan di Indonesia bisa diperjualbelikan. Padahal putusan hukum yang bermasalah tak hanya berdampak pada permaslahan hukum, tapi juga masalah lain seperti perekonomian," pungkasnya.


Awal tahun ini, LSM Anti-Korupsi Indonesia Corruptions Watch (ICW) melaporkan, sedikitnya 30 hakim dan 6 pegawai Mahkamah Agung tercatat menjadi broker kasus dan tertangkap oleh penegak hukum. Peneliti Indonesia Corruption Watch, Aradila Caesar mengatakan, umumnya pelaku menggunakan modus suap atau pemerasan untuk memperjualbelikan perkara. Kata dia, angka ini sangat mengkawatirkan mengingat MA merupakan lembaga peradilan yang sepatutnya bersih dari tindak korupsi.  


Sementara itu, sebanyak 63 persen lebih dari 623 laporan masyarakat sepanjang 2014-2016, ke Ombudsman merupakan kasus penyimpangan di Pengadilan Negeri. Anggota Ombudsman, Ninik Rahayu mengatakan penyimpangan bahkan terjadi sejak pendaftaran perkara.


Selain itu, Ombudsman juga menyoroti adanya percaloan pemenangan perkara di lembaga peradilan. Hasil investigasi Ombudsman membuktikan tenaga peradilan meminta uang jasa kepada pencari keadilan hingga puluhan juta rupiah. Temuan pelanggaran itu didapatkan dengan metode mystery shopper atau berpura-pura menjadi pengguna pelayanan.

Editor: Sasmito Madrim

  • mafia peradilan
  • KPK
  • sita aset
  • MAPPI

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!