BERITA

Juli, DPR Putuskan Nasib Perppu Kebiri

Juli, DPR Putuskan Nasib Perppu Kebiri

KBR, Jakarta -  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang diteken Presiden Joko Widodo kemarin, akan diputuskan DPR pada masa sidang berikutnya yakni Juli atau Agustus.

Wakil Ketua Badan Legsilasi DPR, Totok Daryanto menilai, Perppu tersebut berdampak positif di mana bisa memberikan ada efek jera bagi pelaku dan calon pelaku.


“Dari sisi penjeraan menurut saya baik ya, positif. Artinya ada dampak yang menjadikan kejahatan seksual terutama anak-anak, itu membuat efek jera bagi masyarakat. Karena ada kebiri itu suatu tindakan yang menakutkan, ada efek untuk membuat jera atau menakut-nakuti, jadi isinya saya kira tidak ada masalah,” kata Totok pada KBR, Kamis (26/5/2016).


Tapi Totok menambahkan, “Nanti dalam pembahasan, karena DPR juga sedang menyiapkn RUU penghapusan kekerasan seksual, sudah masuk dan sekarang sedang di proses untuk menjadi UU.”


Diakuinya, dimungkinkan ada dua Undang-Undang yang berlaku untuk menindak pelaku kejahatan seksual, yaitu Undang-undang Perlindungan anak, dan Penghapusan Kekerasan Seksual. “Bisa saja ini kita satukan, jadi UU perlindungan anaknya juga direvisi, lalu UU yang khusus tentang kekerasan seksual ini tetap dijalankan,” kata Totok.


Jika dua UU ini bisa efektif, diharapkan bisa menjadi payung yang kuat bagi negara untuk memberikan sanksi terhadap pelaku. Tidak hanya sanksi diharapkan hal ini bisa menjadi tindak pencegahan terhadap calon pelaku lainnya.


Namun, ia juga menegaskan, jika pelakunya di bawah umur, kesalahan tidak bisa dijatuhkan sepenuhnya terhadap anak dalam hal tindak kejahatan apapun.


“Kan berarti ada sebuah latarbelakang kenapa anak dibawah umur ini melakukan, pihak orangtua juga harus diberikan sanksi, pelaku anak pun harus diberikan rehabilitasi diberikan pendidikan yang baik, pelatihan kedisplinan, sehingga kedepannya jadi anak yang berguna.”


Kemarin, Presiden Joko Widodo menandatangani Perppu Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Jokowi mengatakan, perppu tersebut memuat tentang pemberatan pidana dan pidana tambahan bagi pelaku kejahatan seksual kepada anak. Kata dia, terkait pemberatan pidana, perppu memberi ruang untuk adanya pidana mati. Sementara, dalam pidana tambahan, Jokowi menyepakati hukuman kebiri.


"Mengenai pemberatan pidana yaitu berupa ditambah sepertiga dari ancaman pidana, dipidana mati, seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun. Pidana tambahan yaitu pengumuman identitas pelaku, tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat deteksi elektronik" kata Jokowi di Istana Negara, Rabu (25/5/2016).


Jokowi menyebut tambahan sejumlah pasal tersebut akan memberi ruang bagi hakim untuk memutuskan hukuman seberat-beratnya bagi pelaku. Aturan-aturan ini, kata dia, ditujukan untuk memberikan efek jera.


Jokowi menyatakan keluarnya perppu ini sebagai jawaban atas fenomena maraknya kejahatan seksual kepada anak.


"Kejahatan yang telah merusak kehidupan pribadi dan tumbuh kembang anak, serta kejahatan yang telah mengganggu rasa kenyamanan, ketenteraman, keamanan dan ketertiban masyarakat. Kejahatan luar biasa mmbutuhkan penanganan dengan cara-carayang luar biasa pula" ujar dia.


Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, Presiden akan segera menyerahkan perppu kepada DPR. Kata dia, pemerintah berharap dewan menyetujui dan mengesahkan menjadi undang-undang.


"Kita berharap teman-teman fraksi di DPR akan sepakat dengan presiden, pemerintah, agar perppu ini dapat dijadikan menjadi undang-undang, itu harapan kita" kata Yasonna




Editor: Quinawaty Pasaribu 

  • Perppu Perlindungan Anak dari Kejahatan Seksual
  • Wakil Ketua Baleg DPR
  • Totok Daryanto

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!