EDITORIAL

Waduk Jatigede

"Pembangunan seharusnya berdampak baik bagi warga. Tapi tak semua proses berlangsung dengan mulus."

KBR

Waduk Jatigede Sumedang Jawa Barat. (setkab.go.id)
Waduk Jatigede Sumedang Jawa Barat. (setkab.go.id)

Hari ini Waduk Jatigede dipastikan akan digenangi. Inilah proyek yang memakan waktu hampir 30 tahun sejak pembebasan lahan pada tahun 1982. Penggenangan waduk akan dilakukan dengan cara menurunkan pintu bendungan. Mengisi waduk di musim kemarau seperti ini dianggap ideal karena air akan mengisi secara  bertahap dan perlahan. Kondisi debit air Sungai Cimanuk sebagai sumber pengisian waduk juga cukup besar.

Waduk Jatigede ini dibangun demi irigasi, pencegahan banjir dan pembangkit listrik tenaga air. Wacana pembangunan waduk ini merentang jauh sampai ke zaman Belanda pada tahun 1812. Rencana itu langsung ditolak oleh leluhur Sumedang.  Tahun 1980, pembangunan waduk mulai dirintis oleh Presiden Soeharto namun usaha pembebasan tanah terus menghadapi masalah, terutama soal ganti rugi. Awal 2015 lalu, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden untuk menuntaskan masalah ganti rugi dan santunan bagi korban genangan. Toh persoalan tak beres juga sampai hari ini; hari ketika waduk mulai digenangi air.

Masih ada ribuan warga yang belum pindah. Sebagian sudah mendapatkan uang santunan – untuk membiayai pembongkaran, pemindahan, sewa rumah serta tunjangan kehilangan pendapatan selama 6 bulan. Tapi banyak juga yang masih bingung ke mana harus pindah. Data terakhir, ada 2600-an keluarga yang belum mendapatkan uang kerohiman mereka.

Waduk berada di areal yang meliputi lima kecamatan dan 30 desa. Di salah satu desa saja misalnya, ada 45 ribu warga. Tak hanya itu yang bakal digenangi oleh waduk, tapi juga 48 situs peninggalan zaman megalitikum. Juga 3100 hektar sawah dan kebun subur yang selama ini menghidupi warga. 54 sarana pendidikan yang ada di 13 desa di areal waduk pun belum jelas bakal ke mana.

Pembangunan seharusnya berdampak baik bagi warga. Tapi tak semua proses berlangsung dengan mulus. Contoh terakhir kita lihat dari Kampung Pulo di Jakarta, yang menyisakan persoalan sosial yang belum selesai. Dan kini Waduk Jatigede, dengan skala pembangunan yang lebih masif, juga dampak kerusakan sosial yang lebih masif juga. Semestinya persoalan ini dipastikan tuntas sebelum air mulai menggenangi. Karena begitu air masuk ke waduk, maka warga terdampak bakal merasa kalau pembangunan berlaku tak adil bagi mereka.


  • waduk jatigede sumedang

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!