EDITORIAL

Pengampunan

Ilustrasi. (pajak.go.id)
Ilustrasi. (pajak.go.id)

Pemerintah berencana memberikan jaminan kerahasiaan bagi  para pengemplang pajak yang mendapat pengampuan (tax amnesty). Tujuannya adalah memberi  kepastian hukum dan kerahasiaan data  penerima. Tak peduli dana yang diparkir di luar negeri itu berasal dari korupsi atau kejahatan lainnya. Bahkan kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, mereka yang membocorkan rahasia itu bisa kena sanksi pidana.

Pemerintah dan DPR kini tengah mengebut pembahasan RUU Tax Amnesty. Aturan ini akan digunakan untuk menambah perkiraan pemasukan negara dalam Rancangan Anggaran Negara (RAPBN) Perubahan. Bank Indonesia (BI) memperkirakan dari kebijakan itu akan masuk uang sejumlah lebih Rp 500 triliun.

Dari parlemen tak banyak yang mengkritik aturan itu. Hanya Fraksi Gerindra yang tegas menolak RUU Pengampunan Pajak. Fraksi lain memilih menunggu.

Penolakan datang dari Lembaga Negara dan Organisasi Non Pemerintah antikorupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan mengibaratkan pengampunan pajak bak memburu rusa dengan membakar hutan. Kecaman lain datang dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menilai aturan ini kontraproduktif. Pasalnya dengan pengampunan pajak, Indonesia bisa dinilai melegalkan praktik pencucian uang. Akibatnya Indonesia bisa masuk lagi dalam daftar hitam pencucian  uang.

Di luar urusan itu, soal lain adalah keadilan. Para pekerja yang jerih payahnya langsung kena potongan pajak harus merelakan para pengemplang pajak itu tak mendapat hukuman.

Indonesia sudah dua kali menerapkan pengampunan pajak. Tax amnesty yang terakhir pada 32 tahun lalu dinilai gagal karena tak direspon oleh mereka yang disasar kebijakan ini. India, dari 8 kali memberlakukan tax amnesty, hanya sekali yang berhasil.

Mestinya itu jadi pelajaran berharga bagi pemerintah, untuk tak terburu memberlakukan kebijakan yang tak berkeadilan.

  • tax amnesty
  • pengampunan pajak

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!