NASIONAL

Timur Tengah Membara, Gimana Nasib Pasar dan Bursa?

"Pasar menanti sikap PBB terhadap konflik Iran-Israel. Di sisi lain, konflik bakal berdampak ke harga minyak. Apakah pemerintah perlu menaikkan harga BBM?"

Nafisa Deana, Ninik Yuniati

Timur Tengah Membara, Gimana Nasib Pasar dan Bursa?
Layar di Bursa Efek Indonesia yang menampilkan pergerakan IHSG di hari pertama usai cuti bersama Lebaran, Selasa (16/4/2024).(Ant/Erlangga)

KBR, Jakarta - Situasi konflik Iran-Israel mendorong pelaku pasar selektif bertransaksi. Menurut ekonom Lucky Bayu Purnomo, momen krisis memicu sejumlah instrumen atau aset terkoreksi, tetapi ada juga yang justru menguat. Pelaku pasar bisa ambil untung dengan alokasi yang sifatnya jangka pendek.

"Komoditi seperti emas, minyak, kemudian mata uang khususnya valuta asing, pasar saham, cryptocurrency juga termasuk," kata Lucky saat dihubungi KBR, Senin (15/4/2024).

Lucky bilang, jika kondisi terus memanas, maka volatilitas bakal sangat tinggi. Menurutnya, pasar tengah menanti sikap PBB merespons perseteruan dua kubu tersebut.

"Apakah mereka (PBB) jadi juru damai seperti yang diharapkan atau justru masih membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan. PBB justru menjadi perhatian (pelaku pasar), bukan lagi dua negara yang berkonflik itu," ujar founder Merdeka Investama ini.

Ekonom UI, Fithra Faisal Hastiadi menyebut masih ada kemungkinan deeskalasi konflik karena masing-masing kubu sebenarnya saling menyandera. Iran melakukan retaliasi ke Israel untuk mendapat dukungan di dalam negeri pascakonsulatnya di Damaskus diserang.

"Sehingga yang akan terjadi mungkin perang dingin, tetapi tidak sampai full scale effect," ujar Faisal saat dihubungi KBR, Senin (15/4/2024).

Baca juga: Harga Minyak Dunia Naik Pasca-Konflik Iran-Israel, Begini Langkah Pertamina

Meski peluang deeskalasi konflik terbuka, harga-harga energi, seperti minyak mentah, bakal tetap terdampak.

"Suplai tidak bermasalah, yang akan bermasalah adalah jalur distribusinya dan juga ekspektasi negatif terhadap pusaran konflik di Timur Tengah," imbuh Faisal.

Faisal bilang, kemungkinan harga minyak dunia bakal mencapai keseimbangan baru, antara 90 hingga 100 dolar AS per barel. Ini tentu melampaui asumsi di APBN yang dipatok 85 dolar AS per barel, sehingga langkah penyesuaian dengan menaikkan harga BBM perlu ditempuh.

Menurutnya, jika tetap mempertahankan harga BBM di level sekarang, maka anggaran subsidi bakal membengkak Rp50-100 triliun.

"Harga BBM sekarang bisa dinaikkan antara 10-20 persen. Itu harusnya masih bisa diterima oleh perekonomian. Dengan harga BBM naik 10 persen, kita bisa menambah subsidi Rp50 T, tidak sampai Rp100 T, sehingga beban defisit anggaran maksimal 2,5 persen," jelas Faisal.

Editor: Ninik Yuniati

  • Timur Tengah
  • Iran-Israel
  • harga minyak mentah

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!