BERITA

Presiden Jokowi Didesak Segera Hapus Hukuman Mati

"Menurut catatannya, hingga kini masih ada sekitar 280an lebih buruh migran yang terancam hukuman mati. "

Zay Nova

Presiden Jokowi Didesak Segera Hapus Hukuman Mati
Ilustrasi hukuman mati. (Foto: Antara)

KBR, Jakarta - Pemerintah didesak menghapus hukuman mati di tanah air. Desakan ini dilakukan bersamaan dengan peringatan Hari Antihukuman Mati Sedunia, hari ini. Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus menilai, pemberlakuan hukuman mati menyebabkan posisi Indonesia di luar negeri lemah.

Terutama pada saat mengupayakan pembebasan buruh migran atau WNI yang terjerat hukuman mati. Menurut catatannya, hingga kini masih ada sekitar 280an lebih buruh migran yang terancam hukuman mati.


"Pemerintah harus secara resmi mengumumkan moratorium hukuman mati. Pakistan melakukan hal yang sama secara resmi melakukan moratorium hukuman mati tahun 2008 bulan Maret kalau enggak salah. Sepertinya, Presiden Jokowi harus melakukan hal yang sama. Hentikan hukuman mati sampai waktu yang tidak ditentukan. Hal ini dilakukan untuk mendukung upaya penyelamatan ada 281 TKI yang ada di luar negeri. Sangat tidak masuk akal apabila di satu sisi kita terus melakukan hal yang sama dan di sisi lain kita minta pengampunan," kata Nelson di Jakarta, Sabtu (10/10)


Nelson memaparkan, hingga kini sebanyak 160 negara telah menghapus hukuman mati. Sebanyak 103 negara sudah menghapuskan hukuman mati untuk segala bentuk pidana, tujuh negara untuk pelaku pidana umum, dan 50 negara menjalankan moratorium eksekusi hukuman mati. Sedangkan Indonesia bersama 36 negara lain hingga kini masih memberlakukan hukuman mati. 

  • Hukuman Mati
  • Eksekusi Mati
  • Komnas HAM
  • Kejaksaan Agung
  • KemenkumHAM
  • Komisi Hukum
  • Nelson
  • Nelson Nikodemus
  • LBH Jakarta
  • Presiden Jokowi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!