PILIHAN REDAKSI

Pembuatan Uang Tunai Mahal, Bank Indonesia Ajak Masyarakat Gunakan Uang Elektronik

"Jika kita naik sepeda dan kartunya terjatuh, bisa dilaporkan ke bank penerbit. Nah, kalau uang cash yang jatuh, siapa yang diblokir?"

Pembuatan Uang Tunai Mahal, Bank Indonesia  Ajak Masyarakat Gunakan Uang Elektronik
Bank Indonesia (foto : situs BI)

KBR, Jakarta- Saat ini, transaksi pembayaran non tunai dengan menggunakan kartu, cek, giro, wesel, kartu kredit sudah banyak dilakukan masyarakat. Meski begitu, jumlah peredaran uang tunai yang berupa uang logam atau kertas, masih marak beredar di masyarakat.


Nah, ternyata, biaya pembuatan uang logam atau uang kertas, mahal, lho. Bisa saja uang logam senilai Rp.1000 yang sering kita gunakan untuk membayar ongkos naik angkot, biaya pembuatannya sama dengan nominal tersebut.  Untuk itulah, Bank Indonesia berupaya mengalihkan penggunaan uang cash menjadi non cash agar masyarakat lebih aman, dan bijak menggunakannya.


Asisten Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia,  Mutiara Sibarani mengatakan jika ingin berbelanja dengan nilai besar, gunakan kartu ATM, sedangkan untuk membeli kue atau pembelian skala kecil, gunakanlah uang elektronik.


“Masyarakat bisa gunakan uang elektronik yang isinya minimal Rp.1 juta dan maksimal Rp.5 juta. Uang ini tersimpan dalam kartu yang diterbitkan oleh bank penerbit. Dikondisikan seperti itu, agar masyarakat aman dan nyaman. Pengadaan uang elektronik pun lebih murah. Dan saat menggunakannya langsung terdebet tak perlu lagi memegang uang cash  atau uang logam yang biar pun kecil, tapi biaya pembuatannya mahal,” ujar Mutiara saat berbincang bersama KBR pada Obrolan Ekonomi, Juma't ( 02/10/2015).


Ia menambahkan, selain pembuatan uang tunai yang mahal dan boros kertas, dari sisi transportasi pun memerlukan biaya, waktu dan tenaga untuk menyebarkan atau menyalurkannya ke berbagai wilayah di Indonesia.  


Nah, untuk penggunaan uang elektronik yang nominalnya 1 juta rupiah, kata Mutiara,  tak harus punya rekening tapi fungsinya terbatas. Sedangkan yang nilainya Rp.5 juta, fiturnya lebih banyak, bisa digunakan untuk transfer uang dan mempunyai rekening di  satu bank  tertentu. Bank tersebut adalah bank  yang sudah ditetapkan  BI  menjadi penerbit uang elektronik, seperti  BNI, BRI, BCA, Mandiri, CIMB dan Bank Permata.


Uang elektronik ini, tersimpan  di dalam server atau juga chip. Jika kartu uang elektronik hilang atau masa berlakunya habis, uang yang ada di dalam chip atau di server tak akan hilang. Menurut Mutiara, jika ini terjadi, kita tinggal melaporkan ke pihak bank yang menerbitkan kartu tersebut. Selain itu, jika ingin digunakan untuk membeli atau memindahkan /transfer uang tabungan di bank ke uang elektronik, atau sebaliknya, bisa saja, asal itu sesuai dengan persetujuan atau keinginan si pemilik kartu.


“Kartu itu adalah uang, jika kartu ini jatuh di jalan, maka uang kita jatuh juga, jadi harus hati-hati menyimpannya. Misalnya, jika kita naik sepeda dan kartunya terjatuh, kita bisa melaporkan ke bank penerbit. Jadi, harus diingat nomor call center bank untuk diblokir kartunya. Nah, kalau uang cash yang jatuh, siapa yang diblokir?” Jelasnya.


Uang elektronik ini, tidak berbunga dan tidak dijamin, karena sifatnya bukan tabungan. Meski begitu, dengan adanya uang elektronik ini justru mencegah pembobolan kartu seperti yang sering terjadi pada kartu ATM. Dengan begitu, uang kita jadi aman dan tak perlu repot menyimpan uang di dalam dompet yang rawan hilang.


Untuk mensosialisasikan hal ini, BI sudah mengajak sekolah-sekolah dan beberapa universitas,  agar orang tua bisa membayar biaya sekolah dengan uang elektronik atau non cash.


“Sudah saatnya kita menerbitkan  dan menggunakan uang elektronik untuk suatu kegiatan ekonomi yang bernilai kecil,” pungkasnya.

Nah, ingin tau bagaimana cara bertransaksi dan mendapatkan uang elektronik, silahkan baca disini

 

  • bank indonesia
  • uang elektronik
  • uang cash
  • uang non cash

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!