BERITA

Sengketa Urut Sewu, TNI AD : Tak Ada Ganti Rugi, Itu Tanah Kita

"TNI Angkatan Darat membantah melakukan intimidasi petani di lahan sengketa kawasan Urut Sewu, Kebumen, Jawa Tengah."

Aika Renata

Ilustrasi surat kepemilikan lahan. Foto: Antara
Ilustrasi surat kepemilikan lahan. Foto: Antara

KBR,Jakarta- TNI Angkatan Darat membantah melakukan intimidasi terhadap petani di lahan sengketa kawasan Urut Sewu, Kebumen, Jawa Tengah. Juru Bicara TNI AD, Wuryanto menyatakan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi dan meminta petani menunjukkan bukti kepemilikan lahan.

Terkait ganti rugi, Wuryanto menegaskan tak ada ganti rugi lahan melainkan ganti rugi tanaman warga yang rusak karena pemagaran, dengan hitungan Rp5.000 per tanaman. Ganti rugi tanaman tersebut, kata dia, merupakan sumbangan sukarela dari Komandan Resort Militer (Danrem) 072 Pamungkas Yogyakarta, Stephanus Tri Mulyono.


"Tidak ada ganti rugi, itu kan tanah kita. Hanya tanaman yang kena (pemagaran) langsung diganti Rp 5000 per tanaman. Itu hanya tanda kasih saja, dari pribadi Pak Komandan Korem (Stephanus Tri Mulyono) yang kasih. Tidak ada dari program, dari uang dinas. Itu tidak. Kita sudah kasih kesempatan seluas-luasnya kepada mereka, kenyataannya belum bisa menunjukkan itu," kata Wuryanto, Jumat ( 28/8/2015).


Sebelumnya, Koordinator Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS), Seniman mengatakan petani di lahan sengketa Urut Sewu, Kebumen, Jawa Tengah dipaksa menerima uang ganti rugi lahan dengan batas ganti rugi sebelum 14 September 2015. Mereka mengaku diintimidasi agar menerima ganti rugi tersebut. Seniman menduga, batas itu merupakan upaya TNI memperkuat posisi sebelum dilakukan pertemuan lanjutan sesuai kesepakatan pada audiensi 19 Agustus 2015 lalu.

Editor: Malika

  • sengketa kawasan Urut Sewu
  • Kebumen
  • Wuryanto
  • ganti rugi lahan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!