HEADLINE

Pulau Reklamasi Disegel, Pengembang Diberi Tenggat 120 Hari

"Pengembang harus melakukan perubahan dokumen lingkungan dan melengkapi ijin lingkungan."

Wydia Angga

Pulau Reklamasi Disegel, Pengembang Diberi Tenggat 120 Hari

KBR, Jakarta- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hari ini (11/5/2016) menjatuhkan sanksi administrasi kepada PT Muara Wisesa Samudera berupa penghentian sementara seluruh kegiatan pengembang itu pada Pulau G di Pantai Utara Jakarta.

Menurut Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani anak usaha PT Agung Podomoro itu wajib melakukan perubahan dokumen lingkungan dan ijin lingkungan dalam waktu 120 hari. 

"Pertanggal 10 Mei Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menerbitkan Keputusan Menteri LHK Indonesia nomor SK 355/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016 tentang penyerahan sanksi administrasi tersebut." Ujar Rasio Ridho yang hari ini mendatangi Pulau G siang untuk memasang plang segel serta menyerahkan surat keputusan tersebut kepada pengembang.

"Pulau G ini kan ada teknik-tekniknya, cara reklamasinya tidak sesuai dengan di dalam izin kemudian material-material sumbernya mereka belum bisa menjelaskan kepada kita, untuk itu kami akan segera melakukan tindak lanjut untuk melakukan pengawasan terhadap sumber-sumber material yang digunakan untuk kegiatan reklamasi ini, kan dari sini kita akan tahu dari mana sumber material ini apakah informasi yang diberikan pihak pengembang dan pensuplai bisa kita ketahui dengan benar," paparnya.

Lebih lanjut kata dia, hal lain yang wajib dipenuhi pengembang adalah melakukan kajian-kajian prediksi dampak, perubahan terhadap rencana menyeluruh reklamasi, dan mitigasi sumber material urug. Selain itu, pengembang juga diwajibkan melakukan upaya-upaya pengolahan lingkungan hidup untuk mencegah terjadinya dampak lingkungan lebih lanjut selama proses penghentian itu. 

PT Muara Wisesa Samudera, kata Rasio, bertanggung jawab untuk menjaga dampak-dampak yang mungkin terjadi. "Apabila perusahaan tidak melakukan perintah-perintah tersebut, maka akan dikenakan sanksi lebih berat."Katanya.

Ia menyebut sanksi terberat yang bisa diberikan antara lain pembekuan izin, pencabutan izin ataupun sanksi pidana. 

Terkait ini, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KLHK, San Afri Awang memaparkan teknik reklamasi yang dilakukan pengembang Pulau G yang ternyata tidak sesuai dalam dokumen Amdal.

"Ini contoh teknik reklamasi yang tidak cocok dengan apa yang ada dalam dokumen. Kan harusnya kalau dokumen itu ada tanggul dulu keliling baru dimasuki, kalau ini kan tidak. Mereka modelnya dari tengah ke pinggir jadi yang di ujung ini sebetulnya melakukan pencemaran ke sana, sedimentasi," ungkap San Afri (11/5/2016)

San Afri menambahkan, masalah lain yang dihadapi pengembang Pulau G adalah tak dapat membuktikan sumber pasir yang digunakan untuk mengurug pulau buatan itu. Bahkan ia curiga pasir itu bercampur dengan tanah yang berasal dari sebuah bukit karena dijumpainya tanah liat di pasir yang diakui pengembang berasal dari laut Banten. 

Pada saat penyegelan Pulau G hari ini, seorang staf Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) sempat mengumpulkan beberapa sampel tanah di Pulau G untuk diteliti.

"Yang tidak mereka bisa buktikan itu dari mana pasar urugan, hampir sama dengan Pulau C & D. Padahal sebetulnya pasir urugan itu kalau datang dari Serang diijinkan, yang kita sudah lacak di area urugan ini juga tidak ada amdalnya. Ini juga persoalan kita. Nah makanya saya selalu bilang, amdal itu harusnya antara sumber pasir dengan yang mau diurug jadi satu, amdalnya itu. Jadi kita tahu di sana dan di sini. Bagus di sini hancur di sana apa gunanya," katanya

San Afri lantas menyebut sanksi administrasi yang diberikan oleh KLHK supaya perusahaan tak lagi menganggap remeh analisis mengenai dampak lingkungan atau AMDAL. 

"Tadinya orang menganggap enteng amdal, anggap enteng KLHS sekarang kita buktikan ada lapangan bermainnya dari Undang-undang untuk kita terapkan. Mungkin ini pengalaman pertama juga bagi KLHK sejak berdiri untuk melakukan exercise," pungkas San Afri.

Sementara itu, Andreas dari PT Muara Wisesa Samudera menyebut kegiatan operasional tak bisa berhenti mendadak. Ia mengaku pihaknya butuh waktu untuk memperbaiki dokumen analisis dampak lingkungan dan lain sebagainya. Apalagi kata dia, saat ini reklamasi pulau G sudah mencapai 18 persen dari luas yang ditargetkan. Sejak tahun lalu, perusahaan ini bahkan telah memasarkan properti di pulau yang mereka namakan Pluit City itu.

 "Jadi kita pada prinsipnya apa yang disampaikan Pak Roy (Rasio Ridho Sani) kita mengerti dan kita mempelajari isi suratnya itu dan juga perintah atau hasil dari penilaian selama ini yang dinilai juga ada beberapa hal yang mau disempurnakan dan kita diberi waktu untuk menyelesaikan itu akan kita ikuti." Kata Andreas.

Selain Pulau G, ikut disegel Pulau C dan D, yang dibangun pengembang PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Agung Sedayu Group. Dua pulau yang menyatu itu disegel berdasarkan SK Menteri Nomor SK.354/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016. 

Penyegelan ini merupakan tindak lanjut kunjungan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri LHK Siti Nurbaya, dan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ke pulau reklamasi pada 4 Mei 2016. 

Editor: Malika

  • pluit city
  • reklamasi teluk jakarta
  • KLHK

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • lili fitriani8 years ago

    sangat disayangkan ya reklamasi dihentikan sementara. padahal kalau dipercepat, wajah jakarta akan menjadi lebih baik. hemmm

  • Abdul Hadi8 years ago

    reklamasi yang akan dilakukan di pantai utara Jakarta tidak akan merusak alam atau pun ekosistem yang sudah ada. Buktinya Belanda dan Singapura berhasil melakukan reklamasi