BERITA
Pemerintah Harus Segera Turunkan Tim Dampingi Keluarga EF
"Pemerintah harus segera melakukan pendampingan untuk keluarga EF. Mengingat, keluarga korban bakal mengalami stigma berkepanjangan jika pendampingan tak segera dilakukan."
Nurika Manan
KBR, Jakarta - Komisi Nasional Anti-kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak beserta Kementerian Sosial segera mengirimkan tim untuk mendampingi keluarga korban kejahatan seksual, EF di Tangerang. Mengingat, menurut Ketua Komnas Perempuan Azriana, keluarga korban bakal mengalami stigma berkepanjangan jika pendampingan tak segera dilakukan.
"Kalau kami bertemu dengan keluarga korban tentu berbeda dengan kalau pemerintah yang bertemu. Dalam situasi seperti ini seharusnya pemerintah yang bertemu dengan keluarga korban untuk bisa merespon apa yang saat ini diperlukan keluarga. Terutama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Kementerian Sosial," kata Azriana saat dihubungi KBR.
Belum lagi, menurutnya, kurangnya pemahaman masyarakat yang menempatkan korban sebagai pihak yang dipersalahkan dalam kasus kekerasan seksual. Kata dia, kondisi itu diperparah dengan pemberitaan sejumlah media yang menyajikan kasus kejahatan seksual tanpa mempertimbangkan ketidaknyamanan anggota keluarga korban.
"Beberapa pemberitaan bisa melukai keluarga korban," lanjut Azriana.
EF adalah buruh perempuan di Tangerang yang diperkosa dan dibunuh oleh tiga pemuda. Korban ditemukan meninggal dengan luka di beberapa bagian tubuh termasuk di daerah kelamin. Juru Bicara Polda Metro Jaya Awi Setiyono mengatakan, dalam pemeriksaan diketahui bahwa ketiga pelaku melakukan kejahatan itu secara sadar. Dari ketiga pelaku, salah satunya masih di bawah umur.
Baca juga: Pendampingan untuk Keluarga EF
Berawal dari kasus kejahatan seksual terhadap YY, bocah usia 14 tahun di Bengkulu, satu per satu kasus terungkap. Meski menurut Azriana, Komnas Perempuan telah menemukan pola serupa--yakni pemerkosaan diikuti kekerasan fisik terhadap perempuan--sejak 1998 silam.
"Sebenarnya
kasus EF ini adalah pola yang sudah ditemui Komnas Perempuan sejak
lama, misalnya pola kekerasan yang dialami perempuan Aceh saat konflik
bersenjkata. Kami sudah berulang kali memberikan rekomendasi, tapi tak
kunjung ditindaklanjuti negara," ungkapnya.
Gugus Kerja Khusus Pantau Kekerasan Seksual
Menurut
kajian Komnas Perempuan sejak 2001 silam, tercatat ada 15 jenis
kekerasan seksual. Dan setiap dua jam, ada tiga perempuan termasuk anak
perempuan yang mengalami kekerasan seksual. Itu sebab, lembaga ini
menelurkan sejumlah rekomendasi. Salah satunya pembenahan kerja aparat
penegak hukum dalam menindaklanjuti kasus kekerasan seksual. Meski
rekomendasi itu tak kunjung ditindaklanjuti pemerintah.
"Lambatnya
penindakan kekerasan seksual karena dibatasi dengan aturan yang minim.
Misalnya tidak menyadari bahwa kekerasan seksual sudah berkembang
sedemikian rupa, karena itu kami juga mendorong RUU penghapusan
kekerasan seksual," ujarnya.
Hal lain yang akan diusulkan Azriana
dalam rapat paripurna Komnas Perempuan adalah perlunya pembentukan
gugus kerja khusus untuk memantau kasus kekerasan seksual di seluruh
Indonesia. Ini dilakukan agar pola-pola kekerasan seksual dapat
dipetakan dan menghasilkan penyelesaian yang menyeluruh. Bukan hanya
menyoal pemberian pemahaman dan pengetahuan tentang kekerasan seksual ke
masyarakat, melainkan juga penguatan aparat penegak hukum.
"Saya
sedang berpikir apa ada gugus khusus yang memantau kasus kekerasan.
Kalau di Komnas Perempuan misalnya gugus kerja bisa juga pelapor khusus,
kalau saya lihat situasi kekerasan perempuan di Indonesia, ini masih
pandangan saya belum sikap Komnas Perempuan karena harus diputuskan di
rapat paripurna," pungkasnya.
- Kekerasan Seksual
- kekerasan perempuan
- komnas perempuan
- azriana
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!