EDITORIAL

Namanya Yuyun

"Hidupnya habis di tangan 14 laki-laki yang mengeroyok, memukuli dan memperkosanya. Beramai-ramai."

KBR

Ilustrasi. (kpai.go.id)
Ilustrasi. (kpai.go.id)

Ketika kita berusia 14 tahun, dunia pastilah cerah ceria. Penuh tawa canda ABG. Mungkin sudah mengalami cinta monyet. Masa remaja baru dimulai. Masa depan merentang jauh.  

Tapi tidak bagi Yuyun. Hidupnya habis di tangan 14 laki-laki yang mengeroyok, memukuli dan memperkosanya. Beramai-ramai.

Peristiwa ini terjadi sebulan lalu, dan baru ramai di media sosial kemarin lewat tagar #NyalaUntukYuyun. Penyanyi Kartika Jahja menggagas tagar tersebut di Twitter. Kata ‘nyala’ dipilih mengingat kasus ini terasa gelap, sampai-sampai baru diketahui banyak orang sebulan setelah berlalu.

Dunia kekerasan terhadap perempuan masih saja gelap di tanah air. Padahal data Komnas Perempuan menunjukkan ada 35 perempuan Indonesia yang jadi korban kekerasan seksual setiap hari. Hampir separuh korban adalah anak-anak. Dan kasus yang paling banyak terjadi adalah pemerkosaan. Jika kasus itu punya wajah dan nama, maka saat ini dia adalah Yuyun. Yuyun yang baru 14 tahun. Yuyun yang masih kelas 1 SMP. Yuyun yang semestinya masih punya masa depan.

Ketika terjadi kasus pemerkosaan beramai-ramai terhadap perempuan usia 23 tahun di India, tahun 2012 lalu, kejadian itu memicu demo besar-besaran di negara tersebut. Sementara kasus Yuyun senyap sampai sebulan, dan baru akhirnya kemarin muncul di media sosial. Mungkin ini saatnya kita mempertanyakan kadar empati dan kepekaan kita.

Di Hari Pendidikan hari ini, maka terasa makin penting untuk memasukkan soal kekerasan terhadap perempuan dalam materi pendidikan. Bahwa perempuan, bukan untuk dilecehkan, bukan sasaran kekerasan seksual. Bahwa anak, harus dilindungi oleh semua pihak. Termasuk negara.  

  • yuyun
  • hari pendidikan nasional
  • kekerasan terhadap perempuan

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!