BERITA

KPPOD: Pemerintah Pusat Tak Maksimal Awasi Perda Bermasalah

KPPOD: Pemerintah Pusat Tak Maksimal Awasi Perda Bermasalah

KBR, Jakarta - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengusulkan kepada pemerintah pusat agar merevisi atau mencabut ratusan Peraturan Daerah (Perda) bermasalah.

Direktur Eksekutif KPPOD Robertus Endi Jaweng mengatakan dari 507 Perda yang diteliti, sekitar 233 Perda atau hampir setengahnya bermasalah dan tidak ramah iklim investasi. Jumlah Perda bermasalah juga terus bertambah.


"Ini agak-agak surprise karena dari 507 (Perda) hampir setengah yang dianggap bermasalah. Ini menjadi catatan bagi kita semua maupun pemerintah. Problem perda bermasalah makin lama makin meningkat. Yang terbanyak bermasalah adalah soal pungutan, Perda pungutan. Perda-perda pungutan ini adalah pasangan kembar dari perda perizinan. Kalau bicara perizinan selalu bicara tentang pungutan," kata Robert Endi Jaweng di Gedung Permata Kuningan Jakarta, Selasa (3/5/2016).


KPPOD memberi contoh perda bermasalah diantaranya Perda Nomor 13/2013 soal Pajak Penerangan Jalan di Kota Cilegon, Banten. Total penerimaan pajak penerangan jalan Pemerintah Daerah (Pemda) Cilegon mencapai Rp 1,99 miliar. Penerimaan sebesar itu tidak dibarengi dengan perbaikan fasilitas penerangan jalan.


Selain itu ada juga Perda di Kabupaten Karawang Jawa Barat mewajibkan pengisian lowongan pekerja lokal sebesar 60 persen. Pemda juga mewajibkan perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosial sebesar 2,5 persen dari laba bersih.


KPPOD juga menilai pengawasan pemerintah pusat atas perda-perda bermasalah masih belum maksimal. Regulasi pusat masib belum optimal dan kepastian hukum diperlukan untuk mendukung iklim usaha.


Editor: Agus Luqman 

  • KPPOD
  • perda bermasalah
  • Kementerian Dalam Negeri
  • iklim investasi
  • perda
  • pungutan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!