BERITA

Bukan Hukum Mati atau Kebiri, Atasi Kekerasan Seksual dengan Pendidikan

"Aktivis Minta Pendidikan Seks Masuk Kurikulum "

Bukan Hukum Mati atau Kebiri, Atasi Kekerasan Seksual dengan Pendidikan
Dari kiri ke kanan. Aktivis perempuan, Dhyta Caturani dan Simponi Band (Berkah Gamulya, Randi, dan Bayu)

KBR, Jakarta- Perlawanan terhadap kekerasan seksual pada perempuan dengan lantang disuarakan oleh Simponi (Sindikat Musik Penghuni Bumi) Band. Mengawali perbincangan di Ruang Publik KBR, Kamis (05/05) Simponi melantunkan "Sister in Danger". Lagu ini merupakan bentuk solidaritas dan keprihatinan terhadap kasus yang menimpa YY, remaja 14 tahun yang diperkosa dan dibunuh oleh 14 pemuda di Desa Kasie Kasubun, Rejang Lebok, Bengkulu.

Menurut Manager Simponi, Berkah Gamulya atau biasa disapa Cak Mul, lagu "Sister In Danger" yang diciptakan tahun 2013 itu sejatinya lahir dari keprihatinan atas terjadinya kasus kekerasan seksual yang menimpa RI, seorang bocah SD di Utan Kayu, Jakarta Timur.  Mereka ingin lagu yang memenangkan kompetisi internasional "Sounds of Freedom" di Inggris itu menjadi pengingat bahwa ancaman begitu nyata pada setiap perempuan sebab masih dipandang sebagai objek seksual. 

"Saudara perempuan, anak perempuan, keluarga kami, pacar kami, adik kami, ibu kami, kakak kami, istri kami, teman perempuan kami dalam bahaya", ujar Mul.

Ini terus terjadi, lanjutnya, karena budaya patriarki sangat mengakar di Indonesia sehingga cenderung menyalahkan perempuan. Perempuan rentan menjadi korban. "Disalahkan pakaiannya, jalan sendiri, disalahkan jalan malam-malamnya. Jangan ajarkan perempuan soal berpakaian, tapi ajarkan hati kita, otak kita, soal kemanusiaan dan keadilan," kata pria berambut gondrong itu.

Sementara terkait kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap YY, Mul menyatakan tak setuju jika para pelaku dikenakan hukuman seumur hidup bahkan hukuman mati, seperti yang sebelumnya sempat dilontarkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Yohana Yembise. "Seperti kasus YY, 10 pelaku nya itu kan teman sebaya. Pelakunya itu juga adalah korban dari negara yang tak memberi pendidikan", tegas Mul. Simponi mendesak pemerintah untuk memasukkan pendidikan seks sejak dini dalam kurikulum pendidikan.

red

Dilain pihak, aktivis perempuan, Dhyta Caturani mengaku tak puas dengan hasil pertemuan bersama Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki pasca menggelar aksi solidaritas di depan Istana Merdeka, Rabu (04/05) kemarin. Menurut Dhyta, belum akan ada langkah konkrit yang akan dilakukan pemerintah.

Sependapat dengan Mul, Dhyta berujar, "Hukuman kebiri atau hukuman mati tidak jadi solusi. Itu hukuman tidak manusiawi. Bagaimana mungkin kita menghukum tindakan yang tidak manusiawi dengan tindakan yang tidak manusiawi pula. Hanya akan memperpanjang daftar kekerasan."

Editor: Malika



Ruang Publik hadir setiap Senin-Jumat jam 9 pagi WIB dan bisa Anda simak melalui kbr.id juga radio-radio jaringan KBR di kota Anda. 

  • #SimponiBand
  • #YYAdalahKita
  • #KekerasanSeksual
  • dhyta chaturani

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!