HEADLINE

Simposium Tragedi 1965, JK: Pemerintah Tak akan Minta Maaf

""Jadi, bagaimana mau minta maaf, kalau korbannya justru dari jenderal yang justru peringati kepahlawanan jenderal itu semua,""

Ade Irmansyah

Simposium Tragedi 1965, JK: Pemerintah Tak akan Minta Maaf
Wakil Presiden Jusuf Kalla. (Sumber: BNPT)

KBR, Jakarta- Wakil Presiden, Jusuf Kalla menekan sekali lagi bahwa Pemerintah tidak akan meminta maaf kepada para korban peristiwa 1965. Pasalnya menurut Dia, selain peristiwa tersebut sudah lama terjadi, korban dalam peristiwa tersebut juga ada dari pihak pemerintah, yaitu 5 jenderal.

Meski demikian kata dia, pemerintah bakal memaksimalkan penyelesaian masalah tersebut meski tidak bisa memuaskan semua pihak.

"Iya memang banyak hal itu diskusi tapi tahu tidak siapa korban pertama, yaitu enam jenderal. Gimana itu? jadi jangan mengira bahwa mereka itu tidak jadi korban. Korban pertama kan Pak Yani, Jenderal Sutoyo, Panjaitan, 5 jenderal. Jadi, bagaimana mau minta maaf, kalau korbannya justru dari jenderal yang justru peringati kepahlawanan jenderal itu semua," ujarnya kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (19/04).

Menurut dia, apa yang terjadi pada tahun 1965 dimungkinkan terjadi. Mengingat kata dia, hal itu merupakan reaksi dari masyarakat Indonesia atas pembunuhan 5 orang Jenderal tersebut. Meski demikian kata dia, pemerintah saat ini menyesalkan peristiwa tersebut bisa terjadi. Dia juga menegaskan untuk tidak menyamakan kondisi saat ini dengan kondisi saat peristiwa itu terjadi.

"Itukan waktu itu yah kita tidak bisa mengukur keadaan waktu itu dengan sekarang. Kejadian 50 tahun lalu kan tidak bisa anda ukur dengan keadaan hari ini. Jadi ya karena 50 tahun lalu ya beda kalau semua yang lalu itu anda ukur dengan perasaan sekarang ya dunia ini terbalik-terbalik keadaannya. Ya pada waktu kan mungkin karena akibat jenderal kita itu tentu banyak yang marah, harus juga dilihat seperti itu." Kata JK.

Sebelumnya, Ketua Steering Comittee International People’s Tribunal (IPT) Tragedi 1965, Dolorosa Sinaga menegaskan, Simposium Nasional ini tak bisa dijadikan dasar bagi pemerintah untuk menyatakan bahwa peristiwa itu telah selesai. Dolorosa mengatakan, pasca simposium ini, perlu ada tindakan yang harus diambil pemerintah.

Dolorosa berujar, dia bersama-sama para penyintas tragedi 1965 akan terus mendorong pemerintah segera merampungkan persoalan itu. Kata dia, langkah awal yang harus diambil pemerintah adalah mengakui adanya kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) berat pada 1965 dan meminta maaf kepada korban, keluarga korban, dan bangsa Indonesia.  

Lebih dari itu, kata dia, pemerintah harus menindaklanjuti temuan tentang pelanggaran HAM pada 1965, baik yang diteliti oleh masyarakat sipil maupun Komnas HAM.

Dolorosa juga mengatakan, tragedi 1965 adalah pelanggaran HAM yang berat dan menimbulkan banyak korban. Sebab, semua bukti menunjukkan bahwa tragedi 1965 bukanlah konflik horisontal, melainkan konflik vertikal, antara pemerintah yang saat itu berkuasa dengan masyarakat yang dituding mendukung Partai Komunis Indonesia. Sehingga, kata dia, pemerintah harus bertanggung jawab menebus kejahatan itu.


Editor: Rony Sitanggang

  • Simposium nasional “Membedah Tragedi 1965”
  • Wakil presiden Jusuf Kalla
  • permintaan maaf
  • tragedi65

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!