HEADLINE

Perkosaan Massal, Sejarah Perempuan yang Terlupakan

"Perkosaan bahkan selalu menjadi modus untuk melemahkan perempuan-perempuan di Indonesia yang terjadi berulang sejak zaman Orde Lama, Orde Baru dan hingga sekarang."

Luviana

Perkosaan Massal, Sejarah Perempuan yang Terlupakan
Dialog tentang membuka kembali Perkosaan massal di Indonesia, yang diselenggarakan Perempuan Mahardhika pada Senin (30/3/2015) (foto: Luviana)

KBR, Jakarta- Perkosaan terhadap perempuan menempati urutan kekerasan yang paling banyak terjadi di Indonesia. Perkosaan bahkan selalu menjadi modus untuk melemahkan perempuan-perempuan di Indonesia yang terjadi berulang sejak zaman Orde Lama, Orde Baru dan hingga sekarang.

Kejahatan perkosaan massal terjadi dalam tragedi politik tahun 1965, tragedi Mei 1998 dan berbagai tragedi kekerasan di daerah konflik sampai di perkotaan.Temuan Komnas Perempuan dalam rentang waktu 1998 hingga 2011 misalnya terdapat sebanyak 4.845 data tentang perkosaan perempuan yang terlaporkan.

Dalam Dialog tentang membuka kembali Perkosaan massal di Indonesia, yang diselenggarakan Perempuan Mahardhika pada Senin (30/3/2015), aktivis perempuan, Ita F. Nadia menyatakan bahwa data tentang perkosaan ini merupakan fakta sejarah yang ada di Indonesia yang tidak boleh dilupakan dan harus diselesaikan. 

Ita F. Nadia menyatakan bahwa keberpihakan pada perempuan korban perkosaan sangat penting mengingat tidak banyak korban perkosaan yang berani untuk berbicara. Dia menyebut, saat ini ia mengumpulkan data dan artefak tentang perempuan korban di masa lalu.

"Banyak perempuan-perempuan biasa yang menjadi korban, kemudian tidak tertulis namanya. Mereka bukan tokoh, bukan siapa-siapa, tetapi terus berjuang untuk masyarakat," ujar Ita F. Nadia.

Aktivis hak asasi manusia, Asfinawati menyatakan bahwa dalam perkosaan, ada persoalan kekuasaan dimana perempuan dikuasai ketika perkosaan terjadi.

"Selanjutnya yang terjadi pada para korban ini, mau berbicara saja sulit karena malu. Artinya setelah perempuan dikuasai, lalu ada persoalan kekuasaan kultural dimana korban sulit untuk berbicara," ujar Asfinawati.

Dalam diskusi juga terdapat data bahwa banyak sekali persoalan perkosaan yang tidak diselesaikan oleh pemerintah Indonesia. Persoalan perkosaan dari jaman Orde Lama hingga perkosaan yang terjadi pada banyak perempuan Tionghoa di jaman orde baru, sekaligus perkosaan yang terus terjadi pada perempuan hingga kini.

Di masa sekarang, modusnya macam-macam, ada perkosaan yang terjadi di malam hari, perkosaan yang dilakukan oleh orang dekat, sekaligus eksploitasi dan kekerasan seksual dalam rumah tangga menjadi kejadian tak terkatakan,  menjadi kejahatan sunyi dan menjadi aib jika dibongkar.

Vivi widyawati dari Perempuan Mahardhika menyatakan bahwa perkosaan massal merupakan sejarah perempuan yang seolah terlupakan.

"Jadi saat ini harus diangkat lagi isu perkosaan agar menjadi isu politik dan isu di dalam masyarakat, hal ini dilakukan agar masyarakat mudah mudah untuk menuntut pada negara."

Editor: Antonius Eko 

 

  • Perkosaan
  • Perempuan
  • Toleransi
  • petatoleransi_06DKI Jakarta_merah

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!