Article Image

SAGA

Sulitnya Mendirikan Rumah Ibadah di Kota Mataram

"Gereja Yesus Kristus Tuhan (GYKT) Abbalove, Mataram sudah 20 tahun lebih belum punya gedung sendiri. Padahal, syarat pendirian rumah ibadah sudah lengkap."

Ilustrasi rumah ibadah. (Foto: Freepik)

KBR, Mataram - Gereja Yesus Kristus Tuhan (GYKT) Abbalove Lombok, Kota Mataram, NTB rajin mengunggah video ibadah di Youtube.

Ratusan jemaat terlihat memenuhi deretan bangku di depan mimbar di tiap ibadah. Namun, kegiatan itu tidak berlangsung di gedung gereja, tetapi di hotel.

GYKT Abbalove Lombok adalah gereja yang hidup tanpa gedung. Padahal, usianya sudah lebih dari 20 tahun dan melayani tak kurang dari 250 jemaat. Ibadahnya digelar berpindah-pindah, dari satu hotel ke hotel lain, kata pendeta Tonny Sumampouw.

“Kami pertama sewa per satu bulan Rp15 juta, sampai sekarang di Rp25 juta sebulan. Buat kami sayang sebenarnya. Dengan biaya yang sudah kami keluarkan sampai hari ini lima tahun, sudah bisa membangun sebenarnya,” kata Tonny.

Tonny bercerita, upaya mendirikan rumah ibadah sudah dilakukan sejak 2017 silam.

Segala syarat dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah, telah dipenuhi.

“Prosesnya sudah mulai dari bawah, dengan RT, lingkungan, kelurahan, naik ke camat selanjutnya ke pemerintah kota. Semua stakeholder yang berkaitan dengan itu diundang dalam rapat bersama hingga keluarlah izin rekomendasi dari FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama),” kisahnya.

Baca juga: Anak Muda Mataram Lawan Kekerasan Berlatar Agama

Suasana ibadah GKYT Abbalove Lombok di sebuah hotel di Kota Mataram, NTB. (Foto: Zainuddin/KBR).

Namun, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gereja tak kunjung terbit. Berulang kali mereka tanyakan ke otoritas terkait. Beraneka alasan, misalnya karena terbentur tahun pemilu.

“Kami menunggu setelah lewat tahun politik, juga tidak ada keputusan. Sampai kurang lebih empat tahun kami berproses, kami datang ke (dinas) tata kota juga, audiensi dengan kepala kantor tata kota waktu itu, selalu tidak ada jawaban. Selalu mengatakan bahwa harus ada persetujuan dari semua warga,” tutur Tonny.

Tonny mengakui, ada satu warga yang menolak.

“Dari (umat) Hindu dan muslim menerima. Cuma dia satu orang yang menolak dan akhirnya dia yang memprovokasi, sempat terjadi penolakan warga,” kata dia.

Mestinya, kata Tonny, itu tak jadi soal karena aturan mensyaratkan minimal 60 warga yang mendukung. Namun, realita berkata lain.

“Yang persentasenya 60-90, sudah terpenuhi bahkan lebih. Bahkan mengundang koramil, tim dari Kemenag juga turun ke lokasi, survei, ketemu beberapa tokoh masyarakat. FKUB, provinsi dan kota ke lapangan, audiensi dengan masyarakat, mempertanyakan, di sini akan dibangun tempat beribadah, setuju atau ditolak? Semua dari warga Hindu maupun muslim setuju dan tidak ada penolakan,” Tonny menjelaskan.

Gereja Abbalove Lombok belum menyerah. Mereka akan kembali mengajukan izin pendirian rumah ibadah.

“Kalau memang kami harus sabar, ya menunggu sambil berdoa ada kemurahan Tuhan,” ungkap Tonny.

Baca juga: Inspirasi Keberagaman dari Pulau Flores

Pendeta GYKT Abbalove Lombok, Tonny Sumampouw. (Foto: Zainuddin/KBR)

Sementara itu, Pemerintah Kota Mataram membantah mempersulit pendirian rumah ibadah. Asisten Bidang Tata Praja dan Pemerintahan Setda Kota Mataram Lalu Martawang memastikan izin bakal terbit asalkan seluruh syarat terpenuhi.

“Jadi sama sekali pemerintah Kota Mataram tak pernah mempersulit, tetapi kita juga taat pada ketentuan yang berlaku. Seluruh proses itu manakala bisa terpenuhi, maka tak ada persoalan dengan itu semua,” kata Lalu.

Ia menekankan pentingnya komunikasi antarpemangku kepentingan agar pendirian rumah ibadah tak memicu konflik.

“Kalau memang belum terpenuhi itu semua, apalagi kalau muncul keberatan, tentu kan kita harus membangun komunikasi, supaya nanti jangan sampai ujug-ujug dibangun, nanti ada persoalan baru” tutur dia.

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah menekankan pemerintah mesti memfasilitasi pendirian rumah ibadah semua agama. Ini adalah prinsip kesetaraan dan bagian dari penegakan HAM.

“Sehingga penting pemerintah mengambil langkah yang serius, menfasilitasi semua upaya untuk mendirikan rumah ibadah. Itu dijamin oleh pemerintah berdasarkan prosedur yang telah dimiliki, karena ini bagian dari upaya pemenuhan HAM,” Anis menekankan.

Penulis: Zainudin Syafari

Editor: Ninik Yuniati